Bencana datang satu demi satu di sepanjang 2010. Mendominasi pemberitaan dan menjadi menjadi bahan pembicaraan sehari-hari di mana-mana.
Gempa bumi, baik tektonik maupun vulkanik, berulang kali mengguncang Ibu Pertiwi. Wajar terjadi karena Indonesia terletak di kawasan Cincin Api Pasifik. Beberapa gunung juga kembali aktif. Sebagian besar hanya sebatas timbulkan rasa khawatir. Berbeda dengan Gunung Sinabung dan Gunung Merapi yang tak hanya bangun, namun sungguh-sungguh memakan korban jiwa dan kerugian yang besar.
Ironisnya banyak pejabat yang tak peduli penderitaan masyarakat korban bencana. Mereka justru meminta masyarakat agar maklum atau menyalahkan masyarakat di lokasi bencana karena tinggal di wilayah rawan bencana.
Chikungunya dan beragam kasus penyakit epidemi merebak di seantero Nusantara. Lagi-lagi beberapa perangkat negara hanya melakukan tindakan seperlunya saja. Saat epidemi tak lagi diekspos media, mereka pun seperti lupa bahwa ada masyarakat yang masih menderita.
Lumpur Lapindo pun kembali mengemuka pada Maret dan April saat Jalan Raya Porong sempat terkena semburan lumpur baru. Padahal jelas jalan ini merupakan sarana transportasi penting yang menghubungkan Surabaya dengan Malang dan Pasuruan. Terdengar gaungnya untuk sementara namun tak ada penyelesaian konkretnya.
Berbagai bencana datang berulangkali. Anehnya, tak ada pembelajaran atau persiapan bila bencana yang serupa kembali terjadi di masa depan. Hanya terdengar ratapan sesaat, saling lempar tanggung jawab dan semata pasrah tanpa usaha.
Tentu beda bila bencana yang terjadi diluar kekuasaan insan manusia seperti Badai Matahari dan Tsunami Matahari. Umat manusia hanya bisa pasrah dan berharap kemurahan-Nya. Bahkan tak sedikit yang menganggap berbagai bencana yang akhir-akhir ini terjadi sebagai tanda akhir dunia, Kiamat 2012.
Sabtu, 05 Februari 2011
Share this :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar